Sebagaimana kehidupan pada umumnya, lembaga pendidikan kadangkala juga terkena penyakit. Penyakit itu bisa bermacam-macam bentuknya. Saling tidak percaya, tuduh menuduh, berebut sesuatu yang tidak semestinya dan bahkan berbagai konflik disfungsional adalah merupakan penyakit di institusi yang bersangkutan. Manakala penyakit itu sudah terjadi dan menjalar ke mana-mana, maka suasana pendidikan akan terganggu.
Tidak sulit mencari lembaga pendidikan yang terkena penyakit, baik lembaga pendidikan yang dikelola oleh pemerintah maupun oleh swasta. Lembaga pendidikan yang terkena penyakit, tentu akan sulit maju. Bahkan kalau tidak berhasil disembuhkan, maka lembaga pendidikan yang terkena penyakit itu tidak akan berkembang. Banyak lembaga pendidikan yang semula dinamis dan maju, dalam waktu yang tidak terlalu lama, menjadi surut, dan akhirnya tutup.
Berbeda dengan penyakit fisik, mencari penyakit di lembaga pendidikan kadangkala tidak mudah. Penyakit fisik, apalagi yang berkadar ringan, seperti sakit flu, matuk, mulas dan lain-lain, maka gampang dideteksi dan kemudian diberikan obatnya. Bahkan sekarang ini, berbagai jenis penyakit fisik, dengan teknologi modern, dengan mudah ditemukan dan selanjutnya segera diberikan pengobatan.
Hal tersebut tidak sama dengan penyakit pada institusi pendidikan. Penyakit lembaga pendidikan pada umumnya diawali oleh adanya orang-orang yang berpenyakit hati yang ada di dalam institusi itu. Penyakit itu misalnya iri hati, dengki, hasut, dan lain-lain. Penyakit juga muncul oleh karena di lembaga pendidikan ada orang-orang kufur nikmat, tidak ikhlas, kurang sabar, tidak istiqomah dan masih banyak lagi lainnya.
Dalam sebuah pertemuan dengan Inspektorat Jerndral Kementerian Agama, beliau mengajak berbicara tentang penyakit lembaga pendidikan. Menurutnya, banyak lembaga pendidikan yang di dalamnya terdapat pengkhianat institusi. Orang-orang dimaksud hanya oleh karena hatinya tidak mampu bersyukur, iri hati, dendam dan lain-lain, maka menjadi tega melakukan sesuatu yang jelas-jelas bisa merusak citra lembaga pendidikan di mana mereka bekerja.
Beliau menyebut bahwa ternyata tidak sedikit lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Kementerian Agama terkena penyakit itu. Berkali-kali, beliau menyebut istilah adanya pengkhianat institusi. Menurut Irjen Kementerian Agama, penyakit itu dengan berbagai cara harus dihilangkan. Kalau dibiarkan, maka institusi pendidikan itu tidak akan berhasil menjalankan fungsi-fungsinya secara maksimal, dan bahkan akan mundur.
Sebagai contoh, lembaga pendidikan yang sedang terkena penyakit itu adalah STAIN Bukit Tinggi. Oleh karena adanya orang yang disebut sebagai pengkhianat institusi itu, maka ketua perguruan tinggi ini sudah beberapa bulan ditahan dan dalam proses menjalani pengadilan. Kesalahan Ketua STAIN Bukit Tinggi ini sebenarnya sederhana saja, sehingga umpama institusi itu sehat, artinya tidak ada penyakit berupa pengkhianat institusi, maka tidak akan sampai melibatkan pengadilan segala. Wallahu a�lam.