REDISTRIBUSI GURU SEBAGAI KEPATUTAN
UNTUK PENJAGAAN MUTU PENDIDIKAN
Oleh Drs. Abd. Wafi, M.Pd. *)
Pendahuluan
Momentum untuk menciptakan perubahan yang lebih baik dan lebih bermanfaat pada dunia pendidikan telah muncul. Mulai Januari 2012,
lima kementerian sepakat untuk melakukan penataan dan pemerataan guru
pegawai negeri sipil (PNS). Hal itu dilakukan untuk meningkatkan mutu
layanan pendidikan yang merata di seluruh Indonesia. Kesepakatan lima
menteri ini sudah ditandatangani melalui peraturan bersama. Ini tindak
lanjut dari instruksi Presiden mengenai regulasi pemerataan distribusi
guru yang menjadi tanggung jawab Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemdikbud).
Adapun tujuan perumusan peraturan bersama
ini adalah meningkatkan mutu pendidikan di seluruh Indonesia. Dengan
demikian, kebutuhan guru, khususnya pada jenjang pendidikan dasar,
menengah, dan pendidikan anak usia dini nonformal dan informal (PAUDNI)
dapat terpenuhi.

Dengan diberlakukannya
desentralisasi, pemerintahan daerah perlu melakukan pengelolaan guru
dengan lebih cermat lagi, terutama dalam masalah perencanaan,
pengangkatan, penempatan dan pembinaan guru. Fakta menunjukkan bahwa
rasio guru-siswa Indonesia terbilang sangat cukup, bahkan cukup baik,
jika dibandingkan dengan beberapa negara maju lainnya. Namun,
pendistribusian guru belumlah merata. Karena itu penataan ini jadi
penting karena jumlah guru yang memasuki masa pensiun hingga 2014 cukup besar, sementara rasio guru-siswa cukup baik.
Peraturan bersama tentang penataan dan
pemerataan guru PNS tak hanya mengatur tanggung jawab bersama antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Peraturan tersebut juga mengatur
soal sanksi bagi yang tidak melaksanakannya. Sanksi akan diberikan
kepada daerah yang tidak melakukan penataan dan pemerataan guru yang
berpegang pada rekomendasi Kemdikbud.
Redistribusi Guru
Menteri Pendidikandan Kebudayaan Muhammad
Nuh mengungkapkan, ditandatanganinya Surat Keputusan Bersama (SKB) lima
menteri adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan di seluruh Indonesia.
Menurutnya, ruh yang terdapat dalam SKB lima menteri itu adalah untuk
menarik seluruh urusan tata kelola guru yang tahun ini ditangani oleh
pemerintah kabupaten/kota kembali menjadi wewenang pemerintah provinsi
dan pusat.
Intisari SKB itu adalah soal distribusi
guru. Jadi kalau ada kelebihan atau kekurangan guru di tingkat provinsi,
maka gubernur punya kewenangan untuk mendistribusi guru antar
kabupaten. Pada kenyataanya, saat ini terdapat kekurangan atau kelebihan
guru pada satuan pendidikan, pada suatu kabupaten/kota dan/atau
provinsi serta adanya alih fungsi guru sehingga menimbulkan kesenjangan
pemerataan guru antar satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis
pendidikan, antar kabupaten/kota dan antar provinsi.
Selanjutnya untuk menjamin pemerataan
guru antar satuan pendidikan, antar jenjang, dan antar jenis pendidikan,
antar kabupaten/kota, dan/atau antar provinsi dalam upaya mewujudkan
peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan formal secara nasional dan
pencapaian tujuan pendidikan nasional, guru pegawai neger isipil dapat
dipindahtugaskan pada satuan pendidikan di kabupaten/kota dan provinsi
lain.
Sedangkan mengenai ruang lingkup guru PNS
yang dimaksud dalam Peraturan Bersama ini adalah guru kelas, guru mata
pelajaran, dan guru bimbingan dan konseling/konselor pada satuan
pendidikan taman kanak-kanak/taman kanak-kanak luar biasa/raudhatul
athfal/bustanul athfal, sekolah dasar/sekolah dasar luar biasa/madrasah
ibtidaiyah, sekolah menengah pertama/sekolah menengah pertama luar
biasa/madrasah tsanawiyah, dan sekolah menengah atas/sekolah menengah
atas luar biasa/sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah/madrasah
aliyah kejuruan dan bentuk lain yang sederajat yang diselenggarakan oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah.
Sosial Efek dan Rekomendasi
Tujuan perumusan peraturan bersama ini
adalah meningkatkan mutu pendidikan di seluruh Indonesia. Dengan
demikian, kebutuhan guru, khususnya pada jenjang pendidikan dasar,
menengah, dan pendidikan anak usia dini nonformal dan informal dapat
terpenuhi. Dengan diberlakukannya desentralisasi pemerintahan, daerah
perlu melakukan pengelolaan guru dengan lebih cermat lagi, terutama
dalam masalah perencanaan, pengangkatan, penempatan, dan pembinaan guru.
Sejak ditandatangani Surat Keputusan Bersama(SKB) pada tanggal 03 Oktober 2011
sebagian besar kabupaten/kota menyambut baik dan berharap besar akan
adanya perubahan yang lebih baik terhadap layanan mutu pendidikan
dilapangan. SKB lima menteri dirumuskan untuk peningkatan mutu
pendidikan di seluruh Indonesia dengan menarik kembali urusan guru dari
kabupaten/kota ke provinsi dan pusat.
SKB lima menteri juga dibuat untuk
menjawab keluhan dan permasalahan terkait distribusi guru. Sebab, di
beberapa daerah sering kali ditemukan jumlah guru yang melebihi
kebutuhan, sedangkan di daerah lainnya justru kekurangan guru.Walaupun
sejujurnya harus diakui, pada saat sekarang ini guru masih menghadapi
persoalan yang sama yaitu: terkait kompetensi, profesionalitas, dan
distribusi. Permasalahan tersebut seyogyanya menjadi prioritas untuk
segera diselesaikan.
Terkait dengan peningkatan kompetensi,
saat ini Kemdikbud tengah berkonsentrasi pada proses pengaderan,
mempersiapkan secara matang kompetensi para calon guru yang masih berada
di perguruan tinggi. Salah satunya dengan mengasramakan para calon guru
yang telah memasuki semester ketujuh. Setelah diasramakan, para calon
guru akan dikirim ke daerah untuk uji kemampuan dan belajar mengenal
berbagai macam medan mengajar.
Di asrama, karakter dan kepribadian para
calon guru akan terbentuk. Sedangkan di daerah, kesiapan para guru akan
ditempa. Setelah lulus akan disertifikasi. Tidak hanya gelar sarjana
pendidikan, tetapi juga hak untuk mengajar, dan nantinya para calon guru
ini dapat menjadi prioritas di daerah masing-masing.
Secara jujur harus diakui bahwa,
persoalan distribusi guru hingga kini masih timpang sehingga terkesan
persoalan mendasar tentang guru ada pada kekurangan jumlah yang bersifat
menahun, yang berdampak terhadap kualitas layanan pendidikan. Apabila
hal tersebut tidak segera direspon dengan kebijakan yang jitu dan
efektif, maka akan berdampak pada amburadulnya dunia pendidikan. Padahal
jika ditelaah lebih mendalam dan serius ditemukan, bahwa distribusi
guru menjadi barometer kualitas layanan pendidikan. Oleh karenanya
penataan dan pemerataan guru pegawai negeri sipil menjadi kepatutan yang
harus segera diimplementasikan di lapangan.
Sebenarnya persoalan distribusi guru
sudah menjadi masalah tahunan yang terus terjadi. Namun, hingga saat ini
belum ada strategi jitu untuk menghasilkan solusi yang signifikan.
Kekurangan guru akibat distribusi yang tidak merata bahkan semakin parah
karena masalah ini tidak hanya dialami oleh daerah-daerah terpencil di
luar Pulau Jawa, tetapi juga terjadi di Pulau Jawa, bahkan di
kabupaten/kota yang jaraknya tidak begitu jauh dari DKI Jakarta. Karena
itu munculnya SKB ini diharapkan dapat dijadikan momentum untuk
mengevaluasi pelaksanaan otonomi daerah (Otoda), khususnya dalam sektor
pendidikan. Berdasarkan pengalaman yang kurang menguntungkan, maka
seyogyanya persoalan guru tidak ikut didesentralisasi, karena akan dapat
merugikan dunia pendidikan.
Akhirnya, apa yang dapat disimpulkan dari
lahirnya SKB 5 Menteri mengenai distribusi guru? Asal dilakukan secara
matang, serius dan konsisten, maka penarikan kewenangan kembali ke
pusat, dapat dikatakan sebagai sesuatu yang baik sebagai bagian untuk
mengontrol mutu pendidikan nasional.
Otonomi pendidikan, memang cukup layak
untuk dievaluasi agar pendidikan tidak menjadi korban. Boleh saja ada
pendapat yang mengatakan bahwa beri kesempatan dulu bagi pemerintah
daerah untuk mampu mengelola pendidikan secara otonom. “Kalau tidak
diberi kesempatan, kapan pemerintah daerah bisa belajar agar dapat
memiliki kemampuan yang memadai?” kira-kira demikian pendapatnya.
*) Staf Seksi Kurikulum Bidang Mapenda Kanwil Kemenag Prov. Jatim